Kamis, 13 Maret 2014
Setiap orang pernah bermimpi dalam tidurnya, layaknya bunga tidur yang hadir akibat banyak faktor. Begitupun aku. 3 hari berturut-berturut bermimpi aneh dan tak wajar seolah menjadi ilafat dan mimpi ini tak hanya sampe padaku tapi juga pada ibuku.
13 Maret 2014, tanggal dimana sudah kuputuskan untuk tidak mengikuti perkuliahan seperti biasanya, firasatku mulai berkata. Namun karena sesuatu hal yang mengharuskan pergi, terpaksa Aku pun pergi bersama Intan. Tak berniat mengendarai sepeda motor, tanpa sadar pula kami berangkat menggunakannya tanpa membawa perlengkapan apapun, STNK, SIM, Helm, Jaket dan apalah pelindung dalam berkendara. Hal inipun terjadi karena ada sesuatu hal pula yang mengharuskan seperti ini. Modal nekad dan tanpa berpikir panjang lagi.
Satu jam perjalanan telah ditempuh. Perasaan ini masih saja tidak karuan. Ada apa ?
Segala yang harus diselesaikan saat itu juga.
12.00 WIB
Kuputuskan pergi melaksanakn kewajiban ibadah Sholat Dzuhur bersama 7 orang kawanku. Lepas sholat. Perasaan ini masih belum memberikan kenyamanan sepenuhnya. Berlanjut melepas kepenatan, ber-6 kami pergi menuju kesalah satu pusat perbelanjaan penghilang penat. Rencana mencari pengganjal perut namun sayang waktu tak pernah mendukung. Baru seperempat jam disana, sudah ada panggilan untuk rapat di ruang rapat rektorat bersama wadek 2 dan yang lainnya. Belum juga sampai di tempat yang dituju, motor yang dikendarai oleng, hilang kendali. Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa hanya sedikit luka ringan.
13.00 WIB
Gedung Rektorat
Hampir setengah jam lamanya menunggu acara dimulai, namun yang ditunggu belum juga datang. Hingga akhirnya Pak Wadek 2 pun datang, mempersilahkan kami (15 orang) untuk naik ke lantai 2 dan menduduki kursi panas di ruang rapat rektorat. Acara demi acara telah tersampaikan. Hingga tiba saatnya untuk pulang, cuaca diluaran sana sudah cukup gelap mungkin akan terjadi hujan badai pikirku.
Saat yang bersamaan, beberapa panitia lain menahan kami untuk tidak dulu pulang masih ada yang perlu dibahas katanya. Sayangnya saat itu tidak semua tertahan. Alhasil haya ada aku dan 4 orang yang masih ada.
Pembahasan selesai. Yang aku mau saat ini adalah pulang. Namun lagi-lagi tertahan dengan pengeluaran surat ijin yang alot. Banyak sekali halangan sampai-sampai kami terjebak dalam hujan yang derasnya tak dapat dilukiskan ditambah dengan angin dan petir yang bersahut-sahutan.
Berusaha tetap tenang, dan meyakinkan diri bahwa hujan akan segera reda. tanpa kusadari saat itu kukirimkan pesan singkat kepada orangtua ku, berisi permintaan maaf yang sebesar-besarnya atas semua kesalahan dan khilafku.
Entahlah apa yang ada pada pikiranku saat itu, yang pasti hanya ingin pulang dan memeluk mereka.
Satu jam, dua jam, hujan ini tak kunjung reda malah semakin deras.
16.15 WIB
Nekad ! Kuputuskan untuk pulang. Memaksakan sekalipun harus bermain bersama derasnya air hujan.
Tanpa peduli dinginnya air yang menusuk, ditambah rasa sakit akibat hujaman hujan. Petir seolah berlomba-lomba mengisyaratkan bahwa “Kami ada jadi berhentilah !”.
Tapi tak kami gubris.
Dua orang perempuan yang nekad. Terus menerjang badai. Tanpa berpikir panjang, tak peduli pada keadaan yang memang sudah sangat lelah karena seharian perut tak terisi apapun hanya terisi materi, teori dan nilai.
Selalu ada hal yang mengisyaratkan untuk berhenti.
Hingga Perjalanan kembali terhambat, karena jalan yang kami lalui salah. Mungkin efek dari panik, lelah dan perut kosong. Akhirnya Diputuskan mengambil jalan pintas, menuju sindangkasih. Perasaan ini semakin kental terasa tidak enak. Sampai pada suatu jalan, ramai sekali orang, dari berbagai kalangan. Terlihat jalan-jalan berantakan seolah baru tersapu angin. Sekencang inikah badai tadi ? perasaan semakin berkecamuk. Panik. Pasrah pada keadaan jika hari ini kami tiada. Jalanan banjir. Air seolah sedang mengadakan lomba lari marathon. Deras dan saling mendahului. Ditambah hujan yang tetap tak kunjung reda diiringi angin dan petir ditambah Listrik kota mati.
Tak karuan. Kacau. Rumah-rumah hancur terbawa angin, tertimpa pepohonan. Dimana-mana kepingan-kepingan pepohonan yang runtuh berserakan ditambah pemandangan desa yang tersapu angin puting beliung yang cukup memilukan dan membuat bulu kuduk merinding. Maklumlah ini kali pertama kami melihat pemandangan dan berada dalam keadaan seperti ini hanya berdua, dan dikota orang.
Semakin pasrah.
Hanya mampu menangis dan berdoa memanggil yang tak mungkin hadir.
Istighfar dan bertasbih hanya itu yang dapat dilakukan. Tetesan air mata bercampur dengan derasnya air hujan. Tuhan, mungkinkah hari ini selesai jatah hidupku ? inikah arti dari firasat dan mimpi-mimpiku ?
Motor melaju dengan kecepatan yang tak menentu. Cuaca semakin tidak bersahabat. Kabut tebal menghalangi pandangan mata. Mungkin bagi sebagian orang ini tidak terlalu menganggu tapi bagi kami, sangatlah menganggu pandangan mata yang sudah buyar. Ditambah masih setengah perjalanan. lagi_lagi godaan Menganggu perjalanan bensin habis, disepanjang perjalanan tak Nampak tukang bensin eceran, namun kami masih punya kesempatan yakni ada pom bensin sebentar lagi, namun di pom listrik padam. Tetap optimis Dan saling menguatkan satu sama lain. Dan ,, Alhamdulillah dengan ijin Alloh SWT ditemukan lah dua liter bensin di daerah cikebo, alhasil itu menjadi penolong kami sampai tujuan.
Sepanjang perjalanan tak banyak yang dibicarakan berjalan dalam alam pikiran masing_masing menerawang jauh berkecamuk, tanpa sadar telah sampai di kota talaga dan kami tersadar ada ditalaga setelah melihat keramaian yang ada di pasar malam. Dengan polosnya kami berteriak kegirangan kencang sekali ungkapan dari berbagai benak didalam hati Alhamdulillah akhirnya kami sampai dirumah masing_masing dengan keadaan utuh dan selamat meski harus kehilangan sepasang sepatu baru milik Intan.
Kamis
Reviewed by Silva_
on
10:36:00 am
Rating:
No comments:
Post a Comment