Aku seorang guru
muda.
Kesabaranku belum
sesabar orang-orang tuaku.
Siang ini, bel
berbunyi tanda jam pelajaran siap dimulai. Aku melangkahkan kaki bersiap untuk
memberikan yang terbaik, meredam segala rasa yang ada. Bersikap profesional
sebisaku. Namun, rasanya ada yang mengganjal. Semoga tidak ada hal buruk yang
terjadi.
Begitu memasuki
kelas, 4 dari 28 berada dikelas, sisanya mereka entah dimana. Tak mengapa
pikirku, meski sesak tapi aku coba tersenyum, mengucapkan salam dan
berterimakasih kepada mereka yang berada dikelas. Tiba-tiba seseorang berlari,
memasuki ruangan dan meminta ijin untuk memanggil kawan-kawannya. Untunglah masih
ada anak yang baik, pikirku.
Sepuluh menit
berlalu.
Kelas masih sepi,
kuputuskan untuk menyusul semuanya. Baru saja aku berdiri nampak suara gaduh
yang sudah tidak asing datang dari kejauhan saa.
“Mereka datang..”
Celotehan –
celotehan yang jadi khas mereka pun bermunculan, sejenak kelas menjadi ricuh tidak
teratur, belum lagi ragam aroma yang sulit dideskripsikan.
Marah?? Seandainya
bisa.
“Hallo, selamat
siang semuanya,saya beri waktu lima menit untuk yang mau ke toilet. Selama pembelajaran
berlangsung tidak ada yang boleh keluar dari sini kecuali ada hal yang sangat
darurat.”
Semuanya terdiam
namun sejurus kemudia sibuk dengan dirinya, ada yang menyiapkan alat tulis,
merapihkan baju, mengatur nafas, dan hal lainnya lagi.
“Baiklah, jika
tidak ada. Mari kita mulai pelajaran sekarang, ibu maklum jika kalian sudah
tidak fokus, karena ini jam terakhir. Jadi, bagi yang membawa air minum
dipersilahkan untuk minum terlebih dahulu.. kali ini kita akan mempelajari
kembali mengenai musik. Masih ingatkah ?? musik itu apa sih..”
Ragam jawaban
muncul membuat kelas begitu gaduh..
Awalan yang
bagus, menit demi menit berlalu tanya jawab yang berjalan baik..
“Nah, sekarang
kita akan mencari perbedaan musik daerah di nusantara, apa saja sih?? Untuk mengetahuinya,
ibu akan menuliskan beberapa hal didepa, silahkan kalian perhatikan..”
Tok tok tok tok
tok tok ... aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ibuuuuuuuuuuu.......
“Iya nak, ada
apa?” ujarku sambil menulis, tanpa menoleh ke arahnya.
Tok tak tok tak ,
ibuuuuu .. tolong...
Seperti salah
satu scene di film , aku menjatuhkan spidol, dan segera berlari.
“Astagfirullohaladzim
.. istighfar kamu !! apa-apaan ini?? Kemarikan,gegabah kamu astagfirulloh,
astagfirulloh ...” mukaku merah menahan amarah. Dalam sekejap kelas menjadi
semakin tidak terkendali begitu berisik dan berbahaya.
“Apa yang
terjadi?? Kenapa seperti ini??” suaraku mulai bergetar.
“Kalian tau,
nyawa itu mahal. Jangan dianggap sepele, pisau dari mana ini? Jika saja tadi
ibu tidak berlari ibu enggak akan tau apa yang terjadi, astagfirullah..
istighfar nak.. istighfar, ada masalah apa??”
Semuanya mendadak
diam, tidak ada yang menjawab. Pandangan mata mereka menunduk, hanya terdengar
desas desus dan beberapa isak tangis.
“siapa saja yang
membawa pisau? Keluarkan semuanya. Simpan dimeja ibu sekarang!!”
Mereka hanya saling pandang satu sama lain.
“Siapa saja cepat
kumpulkan semuanya sekarang. Ibu tidak akan melanjutkan pelajaran sebelum
kalian selesai mengumpulkan pisau pisau ini”
“Kami tidak akan
mengulanginya lagi bu, jangan ambil pisau kami..!!”
“Nak, pisau ini
ibu sita sampai waktu belajar selesai. Setelah itu silahka kalian ambil
kembali, bisa??”
Dengan sedikit
paksaan akhirnya pisau-pisau terkumpul.. duh gusti, copot jantungku rasanya. Memang
dasar anak-anak semuanya kembali normal dalam sekejap, meski masih ada yang
menangis karena shock.
Aku bergegas
membawa pisau ke kantor, mereka merengek ketakutan. Aku yang masih gemetar
tidak menggubris rengekan mereka.
Ketiba tiba
kembali dikelas, aku tidak melanjutkan pelajaran. Aku berusaha mengontrol
emosiku. “Sial, aku masih gemetaran.. “
“Nak.” Aku mulai
berjalan mengelilingi kelas..
“Ibu tidak
melarang kalian bermain, ibu tidak melarang kalian untuk bercanda, tapi
tolong.. tolong nak, berhati-hatilah dalam bertindak. Jangan sesekali memukul
kepala seseorang, selain tidak sopan itu juga dapat berakibat fatal. kalian mau
masuk penjara jika ada hal tertentu?? Nak, ibu sering memperhatikan kalian jika
bermain, dan ini bukan kali pertama ibu peringatkan kalian tentang apa yang
boleh dan apa yang tidak. Untuk kasus tadi, ibu ingin tau duduk permasalahannya
apa? Siapa yang dapat menceritakan? Satu orang saja..”
“Saya bu, tadi dia
mengetuk ngetuk meja dengan menggunakan pisau yang tersimpan dibawah meja, kemudian
dia melihat ke arah siti dan mencoba melukainya, namun kami lerai” ujarnya
terbata-bata dan tertunduk.
“Nak, benar kata
temanmu tadi? Jadi bagaimana menurutmu.. apa yang tadi kamu lakukan?”
“Saya tidak sadar
dengan apa yang saya lakukan bu, maaf”
“Astagfirullah
aladziim .. astagfirullah.. “ aku kembali lemas.
“nak, mari kita
sama-sama belajar mengendalikan emosi kita. Jangan mudah terpancing oleh hal
yang tidak baik, perbanyak istighfar, perbanyak solawat, mari dekatkan diri
kita pada tuhan yang maha esa..”
Belum kering apa
yang kuucapkan, gubraaaaak!! Seseorang terjatuh bersama dengan kursinya.
“Bu, dia didorong
bu, dia didorong..”
Keadaan menjadi kacau,
hiruk pikuk dan berantakan. Aku berusaha mengondisikan kelas namun tidak
berhasil, aku berlarri keluar meminta tolong guru disana. Kondisi kembali aman.
Aku tidak bisa
melanjutkan pembelajaran, aku kuat aku kuat aku kuat.. “Kalian semua tidak diperbolehkan
pulang, empat orang yang tadi memicu kegaduhan silahkan ke kantor, sisanya
berdihkan kelas kalian”
Aku menggiring 4
anak tersebut ke kantor, mereka segera disambut guru lain. Kegaduhan diluar
begitu bising, aku kembali ke luar dan kulihat mereka sudah tak terkendali lagi.
Tuhan , bantu aku menahan emosiku, “Kenapa lagi ini?” tanyaku sembari menarik
beberapa anak kedalam kelas. “Kenapa kalian senang sekali membuat keributan!! Ini
masih jam pelajaran, adik kelas kalian semuanya sedang belajar. Kalian harusnya
malu. Harusnya jadi teladan buat mereka. !!
“Bu, dia ngeludah
dilantai yang sedang saya bersihkan saya tidak mau melanjutkannya saya jijik.!!”
“Kurniawan !!!
benar kamu meludah begitu saja?”
“Iya bu..”
“Bersihkan!! “
“Enggak !!”
“Bersihkan sekarang
muhammad kurniawan!!”
“Jijik bu!”
“Kamu merasa
jijik? Lantas bagaimana dengan teman-temanmu hah? Bukannya kamu membantu
membereskan kelas, kenapa malah semakin mengotori!! Saya bilang bersihkan
sekarang juga..”
Dia berjalan
ogah-ogahan dan menggeser kertas dengan kakinya
“Gunakan tangan
kamu. Bersihkan dengan benar. Ludah kamu berceceran dimana-mana. Sapukan semua
ruangan setelah kamu selesai membersihkan ludah kamu sendiri..
Aaaaaaaaaaaaa...
bak buk bak buk bak buk ...
Kegaduhan kembali
terdengar diluar kelas..
“Hei hei hei
kalian yang disitu berhenti, apa apaan ini? Berhenti, lepas.. saya bilang
lepasssss...””
Semua yang berada
di kelas keluar begitupun guru-guru, mereka begitu terkejut menyaksikan dua
anak yang tak dapat dipisahkan. Dalam posisi yang terjepit, dia terus dipukuli
tepat dibagian kepalanya berkali-kali.
Mataku mulai berlinang,
Seseorang tolong aku. Tanganku gemetar menyaksikan semua ini. Untunglah ada
guru yang menyadari keadaanku. Dia segera menggiring anak tersebut ke kantor.
Aku masih lemas,
dan berusaha mengontrol diriku. Akupun berusaha mengkondisikan keadaan.
Kelas sudah
terkendali, anak-anak yag berkerumun sudah kembali duduk dan sibuk dengan
kejadiannya. Sedangkan kelasku?? Untunglah ada beberapa yang bersedia membersihkan
kelas. Sisanya jangan ditanya.
Aku bergegas
mengambil peralatan mengajar, dan pergi ke kantor. Aku terduduk lemas. Menyaksikan
mereka sedang dinasihati oleh beberapa guru, yang membuatku lemas bukan karena
nasihat gurunya namun melihat ekspresi anak yan benar-benar tidak tau harus
diapakan. Tanganya mengepalkan tinju, kakinya gemetaran, mata terbelalak dan
penuh dendam.
Ya allah, mau
seperti apa penerus bangsa?? Ya allah apa yang salah? Tidak ada lagi rasa takut
bagi mereka, tidak ada lagi rasa hormat pada orangtuanya, tidak ada lagi
kepatuhan pada aturan. Allahu rabbi..
Seandainya tidak
ingat akan siapa mereka dan siapa diri ini, seandainya emosi ini tidak dapat
terkontrol, aku tak dapat membayangkan apa yang terjadi pada mereka saat itu.
Aku guru muda.
Masih harus
banyak belajar.
Mengolah rasa
yang tiada habisnya.
Ini masih belum
selesai.
Simak, kup kup
Reviewed by Silva_
on
3:27:00 pm
Rating:
3 comments:
Ngeri woy... Tawuran itu mah...
Atau memang anaknya sudah merencanakan sesuatu kah??
Lebih ngeri dari tawuran kayaknya sih.. Ribet banget jadi guru ya..
Itu kan cuma sebatas cerita hehehe dan bagi anak anak mah itu cuma becandaan, tapi yang liat jadi ngeri ..
Post a Comment