Hari itu aku sudah dapat pulang dari rumah sakit, magh ini cukup
menyiksaku. Kemarin keluargaku berkumpul menghiburku dan menyemangatiku untuk
sembuh. Begitupun nenek, namun sayang kesehatannya sedang menurun. Semakin hari
kondisi nenekku semakin lemah, kata dokter dia kelebihan sel darah putih. Aku menatapnya
iba, mencoba mendekatinya, mengusap kepalanya perlahan, dia terbangun. Tersenyum
kepadaku, menatapku lekat, meneduhkan.
“Nek, yang sehat ya biar bisa berantem lagi sama aku.. biar bisa becanda lagi, kita cerita-cerita dan pergi kemanapun yang nenek suka”
“Dek, usapin kepala nenek.. badan nenek sakit semua, tolong
ambilkan air nenek pengen minum..”
Aku memberinya segelas air, dan diapun mulai terlelap. Obat dari
dokter itu mulai bekerja rupanya.
Hari demi hari, minggu demi minggu berlalu, keadaannya semakin
memburuk, belum sembuh penyakit yang satu tumbuh lagi penyakit lain ditambah
dia terjatuh di kamar mandi. Badan yang dulu begitu berisi, wajah yang dulu
selalu tersenyum kini tampak kering
kerontang.. begitu layu dan menyedihkan.
Kegiatanku mulai banyak, aku mulai jarang mengunjunginya, hanya
sering mendengar desas-desus bahwa nenek tidak dalam keadaan wajar. Bagaimana bisa
seorang yang terbaring begitu lemah bisa menggedor tembok dan bersuara begitu
tinggi? Berkata yang tidak seharusnya bahkan disaat untuk tidur menyamping saja
begitu sulit.
Semua anggota keluarga begitu panik, aku mencoba meluangkan
waktuku, menemuinya.
Benar apa yang dikatakan mereka, nenek semakin parah, matanya
sudah tidak dapat melihat lagi jarang terbuka dan sekalipun terbuka sudah berwarna abu-abu, nenek telah buta bahkan pendengarannya semakin kabur. Melihat semua
itu aku tidak percaya dengan desas-desus yang mengatakan nenek dapat menggedor
tembok dan menggetarkan rumah tiap menjelang maghrib, menjerit dan berkata
tidak pantas.
Rasa penasaranku pun muncul, kutemani dia, kutatap wajahnya..
kuusap, kemudian dia terbangun. Dalam mata terpejam dia menatapku, wajahnya
persis melihatku. Dia terbangun, membuka matanya dan alangkah terkejutnya aku
matanya berubah berwarna hijau terang, dia tersenyum dan memperkenalkan diri,
mengatakan bahwa dia adalah seseorang dari desa sebrang, dia nenek moyangku. Aku
jelas tidak percaya, menganggapnya hanya gurauan seorang nenek kepada cucunya aku terus mengajaknya bercengkrama, dia nampak sehat untuk
ukuran orang yang sakit parah, pendengarannya tajam terbukti obrolanku berjalan
lancar. Namun, dia begitu marah ketika menceritakan anaknya, dia terbangun dan duduk, sumpah serapah
dilontarkannya. Matanya hijau menyala, giginya memanjang, bibirnya berwarna
hitam penuh darah yang mengering. Aku terkejut, hendak berlari namun dia
menahanku, dengan memegang tanganku dan terus berkata kasar tentang salah satu anaknya. Dia mengutarakan semua keluh kesahnya, tentang rasa sakit hatinya bahkan Dia terus
berkata bahwa dia bukan nenek, aku menangis tertunduk lesu. Aku mengusap
pipinya, berusaha tersenyum dan mengiyakan, mencium kedua tangannya, dan meminta maaf berharap semua itu dapat meredakan amarahnya. Ku pinta dia beristirahat,
dia pun nampak kecewa namun apa yang kukatakan dia turuti, dia segera menutup
matanya dan memalingkan wajah, bersikap selayaknya dia yang dikenal semua orang
sedang sakit parah.. aku tau dia tidak sedang berakting, dia benar-benar sakit. Lantas siapa
yang berbicara denganku??
Setiap sore aku selalu mengunjunginya dan setiap kali aku
melihat wajahnya berubah, apa benar nenekku dirasuki? Rasanya tidak mungkin..
Setiap tidur seringkali dia hadir dalam mimpi, begitu bugar dan
sehat. Terkadang menunjukkan keadaan yang sebenarnya dimana dia begitu terbaring lemah, namun tak selemah pada kenyataannya. Hingga pada suatu hari, dia datang dalam mimpi menggunakan daster
kesayangannya, tersenyum dan mengajakku berbicara. Mengatakan bahwa dia telah tiada
sepuluh hari yang lalu. Dia meminta pertolongan padaku, menunjukkan prosesi
kematian hingga sampai diantarkan arak-arakan ke pengistirahata terakhirnya. dia perlihatkan semua secara rinci. Aku
menangis tersedu-sedu. Aku tidak ingin kehilangannya.
Kondisinya semakin memburuk, pertolongan dilakukan melalui pengobatan dokter dan juga doa dari banyak khalayak. Banyak "orang pintar" yang mencoba
menolong namun tak ada yang berhasil, itu kata pamanku.
Sabtu malam, ketika aku hendak membawa sebuah acara, paman
menelponku. Memintaku hadir sebelum mulai. Bahkan jika bisa digantikan jangan aku sang pemandu acara itu. tanpa pikir panjang aku tergesa-gesa menemuinya dengan
ditemani dua sahabatku. Beruntunglah tempatnya tidak terlalu jauh. Ketika datang wajah semuanya begitu murung, lalu aku
dipersilahkan mengambil wudhu dan melaksanakan sholat maghrib terlebih dahulu.
Paman mulai menceritakan duduk perkaranya, secara pelan-pelan namun pasti “.........Dek, kita semua tau jika kamu bisa menolong. Ini jalan
terakhir, tolong temui nenek dan ajak bicara siapa yang didalamnya. pintalah
mereka keluar dari tubuh nenekmu, kami ada disini menemanimu dek.”
“Tapi.. aku enggak bisa, aku enggak tau apa-apa...”
“Kita tau dek, bahkan orang-orang yang kami tunjuk malah menunjuk dirimu, silahkan temui. Jangan takut!! Dia nenekmu”
"Apa yang harus aku lakukan??? Aku benar-benar tidak tau apa-apa.."
“Kita tau dek, bahkan orang-orang yang kami tunjuk malah menunjuk dirimu, silahkan temui. Jangan takut!! Dia nenekmu”
"Apa yang harus aku lakukan??? Aku benar-benar tidak tau apa-apa.."
Aku digiring kekamar nenek, dengan masih memakai mukena ditemani oleh ayahku,
paman, dan kedua tanteku. Mereka semua anak nenek, seharusnya ada lima, namun
satu ssedang berada diluar negeri.
Dengan penuh keraguan dan ketakutan karena suasana yang begitu
mencekam , aku memandang wajah yang ada dalam ruangan itu. Mereka mengangguk,
seolah mengisyaratkan untuk aku segera melakukan apa yang aku bisa, waktu
semakin berjalan. Acaraku pun akan segera dimulai. Aku semakin khawatir..
“Bismillahirrohmairrohiim.. ya allah kuatkan aku selamatkan aku
dan juga keluargaku. Bantu aku ya allah.. Assalamualaikum..”
Tak ada jawaban.. nenek hanya menggerakan jarinya, serta menolehkan pandangan wajahnya yang kemudian menatapku dengan mata terpejam. seperti biasa.
“Nek, ini adek.. adek mau ngomong sama nenek boleh? Jika boleh
dan ini memang nenek kedipkan mata dua kali”
Nenek pun mengedipkan matanya dua kali.
“Nek, nenek yang sehat nenek yang kuat, terus baca takbir ya nek.. ingat sama allah, ikutin adek nek, Allah.. allah.. allah ..”
Nenek berusaha mengikuti namun suaranya tersekat tak keluar sehingga tak jelas apa yang disampaikanya. Bulir-bulir bening mengalir dari matanya.
Aku berusaha kuat dan tak menangis. Tanganku gemetar karena tidak tau harus bagaimana..
“Nek, terus baca itu ya nek, adek minta ijin mau ngobrol dulu
sebentar.”
Nenek mengedipkan matanya dua kali tanda setuju.
Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan, hanya gerakan spontan
dan refleks dan berharap allah selalu menolong lewat apapun.
Kuusap kepalanya dengan lembut, memantapkan hati dan “Assalamualaikum yaa ghaib ..”
“Waalaikumsalam”
Suaranya berubah, gigi nya kembali memanjang, dan darah kembali menghiasi bibirnya. Matanya terbuka perlahan. Ah mata hijau itu lagi.
Aku mencoba tenang dan tersenyum seraya menahan aroma tidak
sedap yang begitu menyengat.
“Boleh adek tau sedang berbicara dengan siapa?”
“Eyang..” suaranya nampak berat
“Eyang? siapa?”
“Uin..” keluargaku lagsung berbisik-bisik, mengiyakan sosok yang berbicara bahwa dia nyata adanya dan sudah tiada bertahun-tahun lamanya.
“Darimana?”
“Panjalu..”
“Maaf eyang, Kenapa eyang ada dibadan nenek? Neneknya dimana?”
“dia cucu kesayangan saya, dia sedang tidur..”
“Eyang, bisakah eyang keluar dari badan nenek, kasihan nenek eyang ..”
Tidak ada jawaban.. kemudian tiba-tiba “Ini bukan eyang!!” jawabnya dengan suara yang lebih berat dari sebelumnya, ini jelas suara seorang laki-laki. Aku nampak terkejut dan bergidig.
“Maaf, ini siapa?”
“Hari..”
“Bapak hari???”
“Abah kamu..”
“Maaf abah saya enggak tau” ujarku, ternyata dia ayah nenekku.
“Abah, bisa abah keluar dari tubuh nenek? Kasian dia..”
“Enggak mau!!” suaranya berubah lagi lebih kecil, seperti
anak-anak..
“Siapa?”
“Enceng..” dia anak nenek yang meninggal sewaktu kecil.
“Aku manggilnya apa?? Bisa kamu keluar dari tubuh nenek??”
Hening, tidak ada jawaban lagi. Auranya semakin menakutkan..
nafasnya semakin lemah..
masih ada dua sosok lagi kala itu, ya allah nek berapa banyak yang diam dalam tubuhmu..
bagaimana kamu bisa kuat menjalani semuanya sendirian nek??
masih ada dua sosok lagi kala itu, ya allah nek berapa banyak yang diam dalam tubuhmu..
bagaimana kamu bisa kuat menjalani semuanya sendirian nek??
“Nek, nek.. ikutin adek ya.. Bismillahirrahirrohim ..”
Dia berusaha mengikuti dengan sangat lemah, bahkan ucapannya tersekat ditenggorokan, dia kembali menangis. Aku kembali menguatkan diri.
“Nek.. enggak apa-apa nenek enggak bisa ngikutin langsung juga. Nenek ikutin dalam hati ya nek..” ujarku seraya mengelus kepalanya , aku mendekatkan mulutku pada telinganya.. “Bismillahirrohmanirrohiim.. ya allah ya tuhan ya kariim, kuatkan saya, sehatkan saya, ampuni segala dosa-dosa saya, ijinkan saya untuk menyebut namamu, ijinkan saya memohon ampun padamu, lailaaha illallah .. laa illaha illallah .. Allah, allah, allah , allah ..terus nek sebut nama allah, hanya dia yang dapat kita sembah, hanya dia yang dapat kita pintai pertolongan..Allah, allah, allah ..”
Akupun segera mengambil segelas air, membacakan doa yang berharap dpat didengar dan dikabul olehnya, ku ambil kapas, kucelupkan, sebagian diteteskan melalui sela bibirnya berharap dapat melepas dahaga dan mempermudah pengucapannya, sisanya ku usapkan kepada wajah dan rambutnya.
Nenek nampak menangis, dia telah berusaha mengucapkan nama allah
dan membaca asmaul husna, suaranya samar-samar terdengar, aku tak kuasa menahan
diri. Tetes demi tetes air mata mulai membasahi pipi.
“Nenek, nenek itu kuat nenek pasti sembuh kita semua sayang nenek,
nenek pasti sehat lagi.. nenek kuat nenek kuat. nenek jangan kalah ya, nenek kuat pasti sehat lagi.”
Air matanya semakin deras keluar, ya dia nenekku, dia kembali
mendapatkan kesadarannya. Dengan ijin allah dia pun bisa berbicara dia ingin
berbicara dengan anak lelakinya, anak yang sekarang sedang tidak ada
disampingnya.
Kami sigap dengan itu semua, segera menghubungi dan terjadilah
percakapan yang mengharukan, isak tangis terdengar dimana-mana. Keharuan yang
tercipta, Allahu akbar. Kuasa allah siapa yang bisa menduga.
Karena dirasa sudah membaik, aku undur pamit untuk segera
memulai acara.
baru saja kami menginjakkan kaki diluar, lampu seketika padam. Kawan-kawanku mulai terasa berbeda. Mereka mulai merasa ketakutan. Aura mencekam terasa sampai tempat acara. Sepanjang jalan yang kami lalui semua lampu tiba – tiba padam begitu saja. Kebodohanku yang tidak mengetahui prosedur yang baik saat menolong orang dalam keadaan seperti itu.
baru saja kami menginjakkan kaki diluar, lampu seketika padam. Kawan-kawanku mulai terasa berbeda. Mereka mulai merasa ketakutan. Aura mencekam terasa sampai tempat acara. Sepanjang jalan yang kami lalui semua lampu tiba – tiba padam begitu saja. Kebodohanku yang tidak mengetahui prosedur yang baik saat menolong orang dalam keadaan seperti itu.
Beruntung acara berlangsung lancar, selesai memandu acara,
ketika berkedip semua berubah. Penglihatanku semua kosong tidak ada siapapun
disana, aku begitu terkejut. Nampak dari kejauhan seorang nenek-nenek berambut
putih, berpakaian lusuh dan compang camping mendekatiku. Aku terperanjat,
membaca doa sebisa-bisa. Nyatanya saat itu diluar kendaliku aku pingsan, dan
digotong banyak orang, katanya aku menangis tersedu-sedu. Orang-orang tak kuat
membawaku karena bobotku yang begitu berat. Namun ada satu sahabatku yang mampu
menggotongku, dalam waktu yang singkat itu ada dua kejadian yang terjadi secara
bersamaan dan jelas berbeda. Ketika badanku menyentuh tanah, aku langsung
terbangun begitu saja seolah tidak terjadi apa-apa. Orang-orang berkerumun
nampak kebingungan dan membicarakanku. Aku langsung memeluk kawanku. Dia berbisik
jika tadi aku berteriak bahwa neneku sudah meninggal. Padahal dalam sadarku aku
justru tidak melihat siapapun dan hanya melihat seorang nenek-nenek. Malam itu
menjadi malam panjang karena ada banyak hal terkuak disana. Aku diikuti mereka
yang ku minta keluar dari tubuh nenekku, mereka bralih menjagaku ujar
kawan-kawan yang kebetuan mengerti tentang hal ini. Aku tertegun lama.
Kegiatan masih berlangsung lama. Selang beberapa hari dari
kesibukannku, aku berusaha menjaga nenekku lebih baik dari sebelumnya, menemaninya,
membacakannya ayat-ayat suci, dan terus mengajaknya bercengkrama seolah tidak
terjadi apa-apa.
Minggu pagi.
“Nek, adek pulang dulu mau nyuci, nanti adek kesini lagi.. nenek
jangan kemana-mana dulu yaa.. jangan pergi tanpa adek hihihi nanti adek bawain
kue kesukaan nenek..assalamualaikum nek..”
Rumahku. Begitu lembap karena jarang dihuni, aku segera bergegas
ke kamar mandi dan mencuci pakaian serta membersihkan diri, namun perasaannku
begitu gelisah dan tidak tenang.
Ketika semua pekerjaan rumah beres, telpon berdering..” Dek,
cepet kesini. Darurat. Nenek dek!!”
Allahu rabbi, kuatkan nenekku.. aku buru-bru berkemas dan menuju
rumah nenek.. lumayan jauh dan memakan waktu
“Nenek tunggu adek, jangan pergi nek.. tunggu adek, adek kesitu
sekrang nenek yang kuat,, jangan tinggalin adek..” gumamku disepanjang jalan. Air
mata tak henti mengalir, aku sudah tidak peduli dengan pandangan orang yang
menatapku heran..
10.00 pagi
Kerumunan warga nampak dirumah nenek, aku menerobos masuk, paman
langsung menggiringku kekamar.. kudapati nenekku sedang dalam sakaratul maut..
“Astagfirulloh, nenek .. “ tak kuasa menahan tangis..
“Dek, liat jam dek jam berapa..”
“Jam 10:15..” ujarku polos
belum sempat aku bertanya apapun.. Serentak semuanya berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun .. allahumagfirlahu warhamhu waafihi wa’fu anhu. Nenek sudah berpulang, harap segera hubungi sanak saudara yang lain dan umumkan dimasjid.”
belum sempat aku bertanya apapun.. Serentak semuanya berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuun .. allahumagfirlahu warhamhu waafihi wa’fu anhu. Nenek sudah berpulang, harap segera hubungi sanak saudara yang lain dan umumkan dimasjid.”
“Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun .. nenek ... ya allah
nenek.. “
Nenek benar-benar nunggu, dia tidak pergi tanpa melihatku.. nek, maaf.. maafin adek..
Nenek benar-benar nunggu, dia tidak pergi tanpa melihatku.. nek, maaf.. maafin adek..
Aku tak mampu berkata apapun, menngis sejadinya, aku kehilangan
diriku, aku kehilangan kesadaranku. Nenek telah tiada.
Begitu kesadaranku kembali, aku segera bergegas membantu
menyiapkan proses pemandian dan penghormatan terakhir kepada jenazah.
Keadaan didalam rumah begitu sepi, semua orang sibuk diluar
begitupun jenazah yang sedang dimandikan, aku masuk kedalam rumah untuk
mengambil gunting nampak suara orang menangis tersedu-sedu begitu keras bahkan
sangat keras dan menyayat hati. Ku cek semua tempat, semua ruangan namun tak
kutemukan siapapun..
“nenek?? Apa itu nenek??”
Tangis itu semakin menjadi-jadi..
“Nenek.. kami semua ikhlas, semoga dengan ini nenek tidak merasa
sakit lagi, nenek sudah sembuh, nenek dapat bertemu kakek, maafin adek ya nek
.. adek sayang nenek.. khususon ila ruhi ************ alfatihaah ..”
***
Selamat jalan nek..
Semoga amal ibadahmu diterima disisinya, mendapatkan barokahnya,
mendapatkan surganya, dilapangkan kuburnya, diringankan dosanya..
Terimakasih sudah menjadi nenek dan orangtua bagi kami..
Talaga, 2014
Follow Friday
Reviewed by Silva_
on
6:42:00 pm
Rating:
No comments:
Post a Comment