27 Juli 2019 undangan
pernikahanku resmi disebar serentak.
Menandakan satu minggu lagi aku
menjadi seorang pengantin, pengantin dari seseorang yang tidak pernah terduga.
Tidak dekat, tidak berpacaran, tidak taarufan juga.
Dia orang yang rumahnya dekat
dengan rumahku. Masih satu desa. Percaya atau tidak selama ini aku tidak pernah
melihat sosoknya sekaliun, benar-benar tidak mengenalnya.
Lantas bagaimana cara kami hingga
akhirnya seminggu lagi kami menikah??
Kamu percaya ucapan adalah doa??
Jika belum percaya, aku sarankan
berhati-hati dalam ucapanmu. Say no to sumpah serapah. Becanda yang sering
diulang, dan doa yang tak sengaja diucapkan.
Setahun yang lalu aku masih dekat
dengan beberapa orang yang menurutku salah satu diantaranya kelak yang akan
menjadi suamiku. Aku tidak begitu keberatan jika benar terjadi, karena memang
kami saling mengenal namun tidak terikat satu hubungan yang pasti.
Setiap kali orang bertanya
padaku, “kapan nikah?” aku selalu berulang-ulang menjawab “Rayagung”. Padahal
aku sama sekali belum memiliki gambaran akan benar-benar menikah dibulan
rayagung. Gila kan??
Selama berada dalam hubungan
tanpa status kami saling berdoa untuk segera bertemu dengan jodoh
masing-masing, bahkan jika kebetulan kami berjodoh maka itu sangat luar biasa,
doa kami bertemu. Namun bagaimana bias bertemu, sedngkan bukan hanya aku dan
dia saja namun masih ada beberapa lagi, sehingga doa pun berubah menjadi “minta
diberikan yang terbaik untukku, disetujui orangtuaku dan orangtuanya, disetujui
seluruh keluarga dan juga disukai teman” sesederhana itu tanpa neko-neko dan
embel-embel apapun hanya itu.
Diantara yang ku tau ,beberapa
diantaranya mendoakan yang sama, meminta ditunjukkan jika aku jodohnya maka
dekatkan jika bukan maka tunjukkan jodoh sebenarnya untuk kami berdua.
Februari, laki-laki yang akan
menjadi suamiku ini mulai menghubungi lewat social media Facebook. Tanpa
berteman terlebih dahulu langsung mengirim pesan perkenalan, aku tidak
menggubrisnya.
Dia pun tidak setiap saat
menghubungiku.
Maret, dia kembali menghubungi
lewat cara yang sama, dan aku tetap tidak .
Juni. Ya dibulan juni aku baru
menggubris pesannya, menjawab setiap pesan dengan seperlunya, hingga dia
meminta melanjutkan di wa.
Terang saja untuk berlanjut di wa
aku harus tau dia siapa, dan setelah mencari dengan ogah-ogahan baru aku tau
dia paman sahabatku, paman yang tak pernah kulihat seumur hidup bahkan jika aku
berada dirumahnya. Dia yang memang jarag dirumah dan aku yang juga jarang
dirumah.
Hubungan kami membaik, aku
menemukan teman baru, sebatas teman.
4 agustus dia mengajakku
jalan-jalan. Karena memang dia paman sahabatku aku yakin tidak aka nada masalah
terlebih sebelumnya aku ijin sana sini, sehingga jika ada apa-apa aku yakin
aman.
Senja 4 agustus, dia menurunkanku
ditepi jalan dengan spot senja yang cantik, dia menatapku lamat-lamat dan
kemudian menanyakan apakah aku bersedia untuk menjadi istrinya?
Pertanyaan yang terlontar dari
seseorang yang tidak begitu kukenal, sekalipun spot itu cantik namun aku lebih
memilh untuk pulang setelah dengan tegas menolak dan memipersilahkan dia
mencari perempuan lain.
2 september, aku dipukuli
habis-habisan oleh ayahku tanpa alas an. Dan besoknya 3 september sahabtku
menikah. Terang saja mukaku bonyok ditambah mata yang terus menangis karena rasa
sakit hati. Dan kamu tau siapa yang pertama menghubungi? Dia ara. Seseorang
yang sampai saat ini aku belum memberitahukan tentng pernikahanku.
Ara , laki-laki yang hampir tau
segalanya dan terlalu peka bahkan jika aku tidak menceritakan apapun sebelumnya.
Malam itu aku masih menangis denganya, menenangkan diri bersamanya,
menceritakan kesakitan padanya. Namun dia bukan laki-laki yang kini bersamaku.
Satu lagi phantom, dia sosok yang
begitu khawatir saat itu dan aku tidak memberitahukannya apapun, karena rasanya
tidak pantas dan aku juga terlalu malu untuk menceritakan semua itu.
Dan mengenai mereka yang pernah
singgah, hai..
Ada rasa haru biru saat undangan
pernikahanku sampai kepadamu dan terselip doa baik serta rasa tidak percaya,
hai onong.. iya ini seperti mimpi. Bahkan aku saja yang menyaksikan undangan
demi undangan sampai pada setiap rumah rasanya tidak percaya bahwa sebentar
lagi saja aku akan menikah, bersama dia. Yang dalam dua mingguan ini aku
menginginkan pernikahan ini dibatalkan.
Menyesalkah? Terlalu terlambat
bukan untuk ini semua?
Saat emosi yang sudah tidak
terbendung lagi, saat suah tidak tau harus melakukan apalagi, kata-kata “yuk
batalin aja” keluar dengan begitu entengnya, dasar aku.
Namun, pada akhirnya aku tetap
akan melangsungkan pernikahan ini, berkaca dari sebelumnya, aku tidak mungkin
begitu mudah memutuskan sesuatu kecuali saat si calon suami yang tiba-tiba datang
tanggal 18 september tanpa pemberitahuan
apapun dan langsung memintaku pada orangtua. 20 september dia datang kembali
hanya untuk memutuskan untuk
melangsungkan acara pertunangan pada tanggal 22 september 2018. Gila bukan? Tanpa
pesrsiapan yang matang bahkan persiapan apapun dan tanpa terpikirkan sama
sekali, semua terjadi begitu sangat cepat dan sebentar lagi kami menikah, y
Tuhan ..
Apa aku bisa?
Apa aku mampu?
Merelakan dan menerima.
Alas an kuat apa untuk aku
meninggalkannya?
Seseorang yang aku tunggupun
tidak ada.
Hei, terimakasih
Terimakasih untuk kalian
orang-orang terkasih atas segala doa, pengalaman dan segala hal yang pernah
kita lalui dulu kala.
Dia memang berbeda denganmu,
sangat jauh berbeda dan tidak akan pernah sama, namun berkat doa tulus kalian
dia hadir.
Semoga kalianpun segera menemukan
jawaban dari setiap doa yang dipanjatkan.
Terimakasih ..
slice of life
Reviewed by Silva_
on
5:28:00 pm
Rating:
No comments:
Post a Comment