Ceritakita – Aku
tidak pernah memintamu dengan sengaja untuk jadi pendamping hidupku. Mengenal dan
menjadi dekat denganmu saja itu tidak ada dalam rencanaku. Bahkan sampai
akhirnya ada rasa yang tidak seharusnya ada pun itu diluar kuasaku. Hingga kamu
mengatakan hal yang sama, aku seperti mati kutu. Ada malu dan ragu yang saat
itu hadir. Kamu menakutkan. Bagaimana mungkin bisa? Ah sudahlah itu bukan
bagian pentingnya.
Untuk pertama
kalinya aku menyebut satu nama, dan itu namamu, aku meminta padaNya untuk
memberikan kesempatan padaku mengetahui siapa kamu dengan ditunjukkan yang
sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya kamu. Tentang siapa kamu dan bagaimana
kamu. Untuk melihat apa yang akan terjadi kedepannya. Sekarang perlahan doa-doa
yang dipanjatkan satu persatu mulai ditampakkan dan pastinya itu tentang kamu. Karena
yang kupinta adalah penunjukkan, aku yakin ini adalah jawaban bukan lagi
cobaan. Mengapa? Karena pelan tapi pasti kamu pun mulai berubah. Tak banyak
ucap mungkin karena ini tidak pantas diucapkan, mungkin karena ada hal yang
masih disaring lagi, mungkin karena ada hati yang masih dijaga dan mungkin kamu
masih bingung memilih jalan yang terbaik bahkan lebih gila lagi mungkin kamu
ingin mengakhiri semua ini dengan cara seperti ini. Itu hanya sebagian dari
pendapatku saja.
Kamu tau? Sejak
pertama kali mengetahui kebenaran itu, ada getaran yang tidak biasa. Bingung,
kaget segala definisi tentang tidak menyangka itu ada. Kamu dengan sabar, pelan-pelan
menjelaskan semuanya dalam beberapa bulan ini sampai akhirnya aku memutuskan
untuk membuka siapa kamu sebenarnya, dan tentang segala hal yang kamu
sampaikan. Ini keputusanku dan akan kuterima resikonya apapun itu.
Meski otakku
tidak sampai dan sulit untuk mengejar apa yang kamu utarakan tapi aku mencoba
untuk mengejar jawaban dari segala rasa keingin tahuan yang semakin menggebu
dengan caraku tentunya.
Dia maha baik
dan segalaNya, rengekanku berhasil didengar. Kamu tau kenapa? Karena setiap
hari jawaban itu ada. Bahkan dalam setiap kesempatan, tapi jangan kaget jika
terlambat sekali ku sadari karena kapasitas otakku tidak bisa diajak kopromi. Dan
aku takut dia akan mengeluarkan bau busuk seperti yang terjadi pada Patrick
Star saat dia menciptakan lagu. Hmm, andai kamu melihat cuplikan itu.
Namun aku
tidak menyerah, malu sama kapten. Jadi setiap kali jawaban itu hadir, aku
mencoba memecahkan nya, menerka, meraba dan mendadak jadi seorang ahli yang
paham. Namun, aku tidak sepandai itu. Terkaan ku melampau jauh. Entah kemana,
kucoba ikuti hati. Ada yang salah disini, namun apa? Akhirnya aku kembali meminta
padaNya untuk dapat lebih jelas menampakkan maksudNya. Ah aku yakin Dia pasti
marah dan mengataiku manja. Namun bagaimana lagi, aku tidak punya tempat untuk
mengadu selain padaNya.
Akhirnya, ku
akui Aku tidak pandai untuk membuka suatu misteri, apalagi ini menyangkut kamu.
Mungkin caraku masih kurang atau bisa jadi salah. Entahlah. Ini seperti soal
matematika dan fisika yang kubenci. Untuk mengetahui jawabannya aku harus
menelurusinya perlahan, membaca dengan teliti soalnya, mencari permasalahan dan
juga jawaban yang tepat dari rumus yang seharusnya digunakan. Jika saja salah
rumus salahlah semua. Atau salah dalam pengoperasian, matilah aku dimarahi si
pemberi soal. Menyebalkan memang, tapi inilah kehidupan.
Untukmu. Aku ingin
yang terbaik, jadi apapun kita nanti kamu tetap seseorang yang aku hormati
sekalipun ada banyak gurau yang ku lemparkan untukmu.
Sekarang,
sudah hampir menginjak 2 minggu dari apa yang terakhir kamu utarakan semuanya
mulai nampak.
Sepersekian detik
saja.
Semua nya
langsung terjadi, segala macam cobaaan dari sana sini mulai datang menghampiri.
Menyangkut ikrar yang terucap diketinggian itu.
Awalnya aku
selalu mengira ini cobaan awal untuk kita mulai menapaki, aku selalu merasa
bahwa dalam menghadapi semua ini aku tidak sendiri, ada kamu. Tapi aku salah,
kamu ternyata tidak muncul, perlahan semakin tenggelam bahkan seperti siap
menghilang.
Lama tak ada
kabar, kamu muncul kembali. Kita mengobrol kesana kemari. Basa basi busuk. Beberapa
menit kamu terdiam, menundukkan kepala hingga kemudian Terlontar satu ucap
dengan ekspresi dan intonasi yang tak terdefinisi.
“Aku mundur. Aku
yang mengalah.”
Itu ucapmu.
Sepersekian detik
lagi kamu langsung meralat ucapan yang baru saja kamu sampaikan.
Pikirku, apa
yang kamu sampaikan pertama kali itulah kenyataanya. Itulah kenyataan dan
kebenaran yang ingin kamu sampaikan. Kamu menyerah bahkan sebelum aku
memberikan jawaban.
Apa kamu
melihat ekspresiku kala itu?
Aku memberikan
senyuman termanis saat itu.
Aku menerima
apapun ketegasan yang kamu beri. Aku menghormati itu.
Kamu sedang
bimbang, memilih antara aku dan dirinya.
Aku tersenyum
mengetahuinya, lucu.
Lagi-lagi aku
salah menduga.
Jadi biar
kupermudah, aku yang mengundurkan diri dari zona yang sedang tercipta dan tidak
aku sadari.
Ku doakan
kebaikan dan kebahagiaan untuk kalian. Semoga semesta meridhoi.
Maaf, bukan
maksudku untuk menyerah. Bukan maksudku untuk tidak mau mempertahankan kamu. Hanya
saja, jika kondisinya seperti ini aku tidak ingin menjadi pilihan.
Selesaikan semua
urusanmu dengannya.
Jika semesta
meridhoi kita akan bertemu lagi.
Aku tidak
pamit, aku tidak pergi. Aku hanya mempermudahmu dalam mengambil keputusan yang
sepertinya sangat berat sekali.
Aku tidak tau
siapa yang lebih berhak atasmu menurut pandanganmu itu, hanya saja ini
membuatku untuk lebih dapat memeluk semua rasa yang tidak enak, mencoba untuk
menikmati setiap jengkalnya hingga akhirnya aku tau apa yang harus kulakukan.
Berbahagialah.
Sekali lagi.
The situation
is regrettable but i'll be fine..
i'm promise !
i'm promise !
Regret
Reviewed by Silva_
on
8:46:00 am
Rating:
No comments:
Post a Comment