Ceritakita - Namaku Mahesa Widjojo. Aku aktif dalam bidang
tulis menulis, dan kalian tau perempuan menyebalkan yang ada disampingku ini
adalah sahabatku. Kirana Adya Jenaka. Sosok dewasa yang tampak pada mukanya
kadang tidak nampak pada dirinya, seorang yang sensitif lebih dari apapun. Mudah
menyimpulkan sesuatu, pemarah, judes, namun jika sudah mengenalnya kamu akan
lebih kenyang dengan segala pesifatan yang ada pada dirinya.
Sosoknya yang begitu yang aku sukai. Kami bersahabat
sudah cukup lama, tidak ada yang tidak kami ceritakan bahkan jika itu hal
terjijik sekalipun.
Meskipun usia kamu berdua terpaut jauh, aku
menyayangi dan menghormatinya sebagaimana mestinya. Ah aku bosan jika harus
bercerita formal begini, hentikan reina. Matikan kameranya!.
Perempuan yang dipanggil reina itu hanya tertawa
sambil memegangi perutnya, sikap jahilnya mulai nampak. Dia meminta sahabat
tercintanya untuk membuat rekaman yang menceritakan tentang dirinya. Gila memang
namun itulah reina a.k.a Kirana.
“Ayolah sa, kali ini saja ! pelit amet timbang
bikin rekaman..!”
“Berisik lu ah. Buat apaan sih , aneh-aneh aja
idup lu !”
“Buat kenangan saaaa... yah, yah, yah ayolah ..!”
Dalih-dalih marah, Mahesa malah meneruskan
kekonyolan yang diciptakan sahabatnya tu.
Oke guys, jadi gue ini dipaksa buat bikin rekaman
yang ngebahas tentang manusia kamvret dan biadab bernama Kirana Adya Jenaka. Kesayangan
gue yang gue panggil reina sama kaya kucing tetangga gue, sama peseknya, sama
gembulnya dan pasti sama banget ganggunya. Sekarang ini dia lagi jomblo dan
kesepian makanya akhir-akhir ini do’i sering banget gangguin gue dan ngabisin
waktu gue tanpa ngomong dan cerita apa-apa. T*i
gak tuh? Resek emang si pesek reina ini.
“Anj*ng lo!”. Saut reina sambil lempar bantal
tepat dimuka Mahes.
Mereka berdua pun tertawa terbahak-bahak, saling
lempaar bantal lempar ejekan dan akhirnya terdiam bagai orang bodoh. Tertidur dengan
mata sama-sama melihat atap.
Nafasnya mereka terengah-engah karena kelelahan,
lalu tiba-tiba reina pun memecah keheningan “Sa, rekamannya masih nyala. Belum gue
matiin dan tadi pas lu ngegas berkali-kali itu ada dalam rekaman dan gue bakal
sebarin ke sosmed kalo Mahesa Widjojo seorang cewek anggun dan terhormat kalo
ngegas itu berisik dan baunya ampun ampunan” Rena tertawa terbahak-bahak. Sedangkan
Mahes yang ada disisinya melongo dan mengambil apa saja yang ada didekatnya
untuk dilempar ke tubuh Reina.
“Gila lu ya! Pantesan aja dari tadi lu cengagas
cengeges so kalem dan mengalah, taunya itu pencitraan doang. Kamvret reina
biadab!!!” mereka kembali saling lempar dan saling ejek, tertawa terbahak-bahak
lagi dan tiduran lagi.
Mahesa Widjojo. Tetanggaku. Sahabat karibku. Tempat
sampahku. Ya dia mahes. Manusia sisa.
Anak kesayangan dari Om Winarko dan tante Ida,
sering menghabiskan waktu dirumahku dibanding dirumahnya sendiri. Kedua orangtuanya
adalah pekerja keras sehngga mereka jarang berada dirumah untuk menemani anak
manis penuh pencitraan ini.
Mahes anak satu-satunya yang mereka tunggu selama
7 tahun setelah pernikahannya. Segala cara mereka lakukan untuk memiliki
keturunan, bahkan keduanya hampir putus asa dan memutuskan berpisah, namun
Tuhan berkehendak lain ditengah konflik panas yang terjadi saat itu, mahes
muncul dalam kandungan sang mama dan tak butuh waktu lama setelah mengetahuinya
kedua orang yang hampir menyerah itu akhirnya bersatu kembali, bersama-sama
menjaga jabang bayi yang masih muda dalam kandungan hingga tiba waktunya anak
itu lahir dan menjadi satu-satunya malaikat dirumah itu. Tante Ida tak bisa
lagi memiliki anak karena kondisinya yang mengharuskan rahimnya diangkat. Meski
demikian mereka tetap menerima, toh apa yang diharapkan sudah ada meski ada
satu namun itu adalah anugerah terindah yang dimiliki keluarga mereka.
Om Winarko bekerja diperusahaan yang berbeda
dengan tante Ida, mereka memiliki usaha yang cukup maju dengan prestasi yang
cemerlang dan tentu saja pundi-pundi uang yang tak henti mengalir, semua dilakukan
demi Mahes, yang tanpa mereka sadari anak kesayangannya kehilangan waktu
bersama mereka yang lebih disibukkan dengan pekerjaan dibandingkan menemani
anaknya.
Dan disinilah dia sekarang, dikamarku seolah ini
kamarnya bahkan dia lebih kerasan tinggal disini menganggap bahwa inilah
rumahnya bukan yang sebelah, fasilitas yang disediakan orangtuanya berpindah
kekamarku. Dia sangat kerasan disini, mengingat ibuku seorang ibu rumah tangga
sehingga dia dapat menghabiskan banyak waktu dengan bebenah rumah dan mengobrol
dengan kami. Cinta yang hangat bukan? Ada orang yang selalu siap mendengarkan
dan menasihati dikala sibuknya dia dengan pekerjaan rumah yang tak pernah usai
dan terulang setiap harinya.
Mahesa Widjojo.
Tiga
Reviewed by Silva_
on
2:17:00 pm
Rating:
No comments:
Post a Comment