Aku bukanlah
orang yang terlalu menyukai anak kecil, melihat teman-temanku yang begitu
antusias setiap kali ada anak kecil melewati mereka, aku hanya terdiam biasa
saja tidak begitu menganggap.
Tapi entah
mengapa sekarang aku justru terlibat dengan begitu banyak anak-anak.
Ya karena
pekerjaanku ini.
Sekarang aku
disini, duduk dihadapan puluhan anak-anak. Memakai seragam, sepatu, berdandan
rapih dan juga wangi hahahaa.
Tidak lupa
tas, laptop, buku dan alat tempur lainnya serta botol minuman yang selalu
terisi penuh. Ya, aku seperti anak kecil sekarang dengan setelan yang berbeda
namun membawa tas besar yang berisi air minuman bahkan terkadang aku membawa
bekal jika tak sempat sarapan.
Setiap hari
aku bertemu dengan mereka, kadang hingga tengah hari aku melihat da nada dihadapan
mereka kadang untuk beberapa jam saja.
Ya, semua itu
menjadi rutinitasku sekarang.
Hal yang tidak
pernah aku bayangkan sebelumnya.
Hahaha.
Manusia hanya
mampu berencana, namun Tuhan tetap yang maha berkuasa.
Setiap hari
aku memperhatikan mereka, bagaimana rupanya, tingkah lakunya, kebiasaannya. Dan
juga menerka-nerka apa yang terjadi setelahnya, bagaimana kehidupan dirumahnya
dan lain-lain. Lama-lama aku jadi selalu mengamati mereka.
Awal-awal aku
bekerja merupakan hari yang amat sangat berat, jelas saja aku tidak
berpengalaman untuk mengontrol satu persatu dari mereka. Barbar. Ah banyak
umpatan yang kukeluarkan, tapi dalam hati hahahaa. Aku cukup tau diri dan juga
tau aturan.
Coba bayangkan,
untuk ukuran anak-anak tinggi dan besar mereka melampaui tinggiku sendiri, aku
saja tinggi 157 ditambah hils 5 cm dan berat 50 kg, harus berurusan dengan
manusia-manusia berusia 7-12 tahun yang rata-rata berat mereka 68-70 dengan
mahluk tertinggi 175 cm. dan rata-rata 168.
Ya tuhan,
teriakannya, amarahnya, manjanya, sangat tidak sesuai dengan bentuk tubuhnya. Apalagi
saat seragam merah putih yang mereka kenakan, rasanya aneh. Ditambah lagi
dengan barang-barang bermerk yang mereka gunakan. Ah rasanya aku lebih tepat
seperti pembantu mereka. Uang jajan nya pun lebih besar jauh sekali disbanding dengan
pendapatanku. Bahkan pendapatanku hanya bagian untuk satu kali makan siang bagi
mereka.
Lebih sialnya
aku bergelut dengan mereka selama 2 tahun. Tapi hahaha bukan aku jika tidak
bisa menjinakkan mereka. Ya mereka jinak, di beberapa bulan pertama.
Aku berhasil
menjadikan mereka takluk dan menganggapku.
Ingin tau
rahasianya? Kasih saying. Ya aku menjadi teman mereka, mengamati nya, mencari
tahu latar belakangnya, membuat rencana, mendengarkan setiap keluhan nya,
menjadi temannya, menjadi ibunya, bahkan menjadi adiknya. Hahaha aku memainkan
berbagai macam peran untuk menaklukan mereka, dan sulitnya meredam amarah. Ya,
wajar saja bukan menghadapi sekumpulan anak yang begitu banyak tingkah, pernah
suatu kali aku tidak bisa menahan air mataku, saat itu waktu menunjukkan pukul
10.45 WIB. Yang berarti saatnya aku memberikan materi tentang kebudayaan. Namun
saat itu mood ku begitu hancur, perasaanku tidak enak. Aku berharap saat
melihat mereka setidaknya sedikit terobati karena biasanya selalu ada kejutan
dan hal yang membuatku tertawa sendiri.
Sayangnya saat
aku memasuki ruangan, keadaan sangan kacau. Ah dilema anak usia 12, mereka
jatuh cinta. Dan cintanya kandas. Mereka bertengkar hebat didalam kelas, dengan
badan yang tinggi dan besar, danlontaran kalimat yang tidak ingin kudengar,
akuberusaha melerai mereka namun aku terbanting jauh. Hahaha aku seperti anak
kecil yang melerai kedua orangtuanya bertengkar. Dan kamu tau apa yang
disampaikan insan bucin itu ,mereka berkata “… diem !! kaya gak pernah ngalamin
aja hal kaya gini!!” hahaha mereka membentakku, dan bahkan membuatku mundur
beberapa langkah akibat dorongan dari mereka.
Yang aku lakukan terdiam,
mengontrol nafas menyeret mereka berdua mengeluarkannya, dan mengunci pintu
dari dalam. Aku tidak mengijinkan mereka masuk meskipun mereka memohon. Yang sebelumnya
jelas saja aku membawa mereka kekantor untuk diadili oleh yang lain.
Waktu terus
berjalan, tidak cukup disitu masih ada ujian untukku. Insan bucin yang berperan
sebagai ketua geng, ya tuhan ini anak memang udah satu turunan berperan dan
berkecimpung didalam dunia kepremanan.
Ketika aku
kembali masuk ruangan, kaki nya ada diatas meja, sambil bermain game online dan
dengan santainya tersenyum padaku, dengan melambaikan dua jari tanda hormat. Aku
yang saat itu memegang spidol reflex melemparnya, aku tidak peduli lagi
bagaimana nanti nasibku. Spidolku mengenai kakinya, jackpot.
Selesai satu,
muncul satu. 12 orang tidak mengikuti pelajaran dan nongkrong diwarung sebelah.
Haduh nak, gayamu tidak sesuai dengan seragam yang kamu kenakan. Beberapa dari
mereka sudah mengalami pubertas, badan yang terbentuk, bulu-bulu halus diwajah
mereka.
Jika saja
seragam itu dilepas dan diganti pakaian casual tidak akan ada yang mengira jika
mereka adalah anak SD berusia 11 tahun.
Hasudahlah,
aku tidak kehabisan akal. Kupanggil mereka semua, menanyakan alasannya, dan
membiarkan mereka berdiri selama 35 menit didepan kelas dengan kaki terangkat
sebelah dan tangan yang saling menjewer kuping teman disampingnya.
Apakah aku
keterlaluan?
Beberapa mendengarkan
materi yang kusampaikan, waktu terus berjalan. Aku lebih banyak menghabiskan
waktuku dengan menasihati mereka, memberikan cerita berharap jadi satu
motivasi. Aku merendahkan suaraku, berharap akan mengena pada mereka. 11.55 aku
keluar ruangan.
Segala bentuk
emosi yang kutahan tak terbendung lagi aku menangis, geram, kesal, dan malu.
Esoknya, tanpa
diduga keadaan berbalik. Mereka mendengarkanku, mereka menghampiriku, dan
meminta maaf atas apa yang mereka lakukan. Mereka menangis, ceritaku berkesan
bagi mereka. Bahkan apa yang aku lakukan berkesan dalam. Karena ternyata selama
ini tidak ada yang menghukum mereka dengan apa yang aku lakukan kemarin,
kekerasan memang sangat dilarang namun aku memiliki alasan, aku ingin mendidik mereka
bukan hanya untuk mengajarkan mereka.
Aku ingin
mereka paham bukan hanya sekedar mengetahui dan mengenal.
To be
continued
slice of life
Reviewed by Silva_
on
9:18:00 am
Rating:
No comments:
Post a Comment